Rapat Kopi mendukung Peningkatan Produksi Kopi Nasional


Lampung -- Produksi kopi Indonesia masih berada di bawah Vietnam, padahal Vietnam dahulu belajar membudidayakan dan menghasilkan kopi terbaik di Indonesia. Demikian pernyataan yang disampaikan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, ketika memimpin Rapat Nasional Pengembangan Kopi di Rumah Jabatan Gubernur Lampung, Sabtu (13/02).

Dari keadaan tersebut Wapres mengharapkan agar pemerintah daerah dapat mendukung peningkatan produksi kopi dan kesejahteraan petani kopi agar Indonesia menjadi produsen kopi nomor 2 di dunia.

Rapat yang dihadiri oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perindustrian Saleh Husein, Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo dan beberapa gubernur dan bupati di Sumatera, serta para eksportir dan pengusaha kopi itu dilaksanakan untuk mencari solusi peningkatan produksi kopi Indonesia.

Dalam rapat tersebut, Wapres menyoroti produksi kopi di Indonesia yang hanya mencapai 700 kg/ha per tahunnya, berbeda dengan Vietnam yang mampu menghasilkan kopi sekitar 1,2 juta ton/Ha per tahunnya.

Menurut Wapres saat ini mengkonsumsi kopi sudah menjadi gaya hidup tersendiri, dengan variasi macam dan jenis kopi yang tersedia di masyarakat. Sebuah kota yang yang maju pun dapat terlihat dari banyaknya gerai yang menghidangkan kopi.

“Kopi seperti saya katakan tadi tidak hanya sekedar minuman tapi lifesytyle, gaya hidup. Orang biasanya dulu tidak pernah minum kopi, tapi sekarang kalau tidak minum kopi dianggap ketinggalan. Kopi macamnya juga ribuan, mulai kopi biasa, cappucinno, tidak seperti dulu ibu kita membuat kopi”, jelas Wapres.

“Sekarang kebutuhan kopi sudah naik sampai 15% per tahun, di lain pihak produksi kita hanya naik 1% per tahun”, ungkap Wapres.

Wapres menegaskan petani tidak perlu khawatir masa depan kopi, tapi yang menjadi fokus perhatian adalah tingkat produksi yang menurun, pada saat permintaan naik, beda dengan kelapa sawit, batu bara dimana permintaan menurun.

“Karena itulah kebijakan pemerintah, saya memerintahkan Menteri Pertanian untuk  semua komoditi pertanian dan perkebunan yang mempunyai basis kerakyatan harus terus ditingkatkan”, pesan Wapres.

Menurut Wapres penting bagi pemerintah daerah untuk memahami basis perkebunan rakyat yang berbeda dengan perkebunan yang dimiliki oleh asing, seperti perkebunan kelapa sawit, meskipun untung besar yang menikmati sebagian besar keuntungan bukanlah rakyat.

Namun perkebunan seperti kopi dan coklat yang merupakan perkebunan rakyat pasti keuntungannya langsung dirasakan oleh petani. Meskipun kelemahan perkebunan rakyat adalah penggunaan teknologi yang kurang membuat hasil produksi tidak optimal, lahan yang tidak terlalu luas hingga menghambat teknik peremajaan lahan Hal ini harus diperhatikan oleh pemerintah daerah dan pemberi modal. Disamping itu, dibutuhkan perencanaan yang lebih baik agar mencapai target peningkatan produksi dan peningkatan peringkat penghasil kopi.

“Jadi kalau kita lihat jalurnya yang harus diperhatikan, pemberian pupuk, bibit, tenaga kerja, penyuluhan, pendidikan dan pengawasan dari dinas terkait”, tegas Wapres.

 

Wapres mengajak pemerintah daerah menjalankan tugasnya mendukung petani dengan kelima hal tersebut, dan menurutnya merupakan tugas pemerintah pusat memastikan ketersediaan bibit dan pupuk.

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menanggapi pertanyaan Wapres Jusuf Kalla mengenai usaha pemerintah pusat dan stakeholder pendukung produsen kopi, dengan memberikan pemaparan hasil rapat terbatas antara Kementan, Kemenperin dan pengusaha kopi. Dalam paparannya Mentan menyebutkan, bahwa target Kementan adalah kemudahan pemberian subsidi modal para petani kopi melalui pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai 4,4 Trilyun bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI), sertifikasi lahan seluas 600 ribu Hektar, penambahan penyuluh pendamping untuk petani, dan penggunaan teknologi agar hasil produksi kopi meningkat dan menjadi hasil olahan yang bervariasi.

“Dari 1,2 juta Ha lahan kopi di Indonesia sebanyak 50% lahan tersebut memerlukan peremajaan kembali karena perlu teknis khusus”, ungkap Mentan.

Wapres menyambut baik sasaran target Mentan dengan catatan pemberi modal harus mampu memberikan kredit investasi bukan pinjaman biasa, untuk itu bunga pinjaman harus diturunkan.

Untuk tenaga penyuluh Wapres menyarankan pemberdayaan mahasiswa yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata merupakan jalan keluar agar penyuluh pertanian bertambah. Untuk itu, pemerintah daerah harus bekerja sama dengan universitas-universitas yang memiliki fakultas pertanian.

Sedangkan penggunaan teknologi menurut Wapres merupakan hal yang mutlak agar kopi yang dihasilkan mampu bersaing dengan kopi dari luar negeri.

Dengan peningkatan produksi kopi, Wapres menargetkan penghasilan petani juga akan naik. Menurut Wapres lebih lanjut jika menghasilkan 700-900 Kg/Ha per tahun maka pendapatan petani kopi hanya berkisar 1,2 juta per bulan hingga dipastikan pendapatannya dibawah Upah Minium Regional. Petani kopi mampu mencapai target 1,2 juta ton/Ha per tahun maka penghasilan diperkirakan naik hingga 2,5 juta/bulan, dengan tingkat beli kopi dipasaran 18 – 22 ribu per kilogram.

Wapres menegaskan kembali agar pembuat kebijakan dan stakeholder yang bertanggung jawab atas peningkatan produksi kopi, yaitu pemerintah daerah, kepala daerah, pengusaha kopi, badan penelitian dan pengembangan kopi, serta perbankan mau mendukung petani kopi agar produksi petani meningkat mencapai target nomor 2 di dunia.




Berita Lainnya