Sidak Bawang Merah, Ketua KPPU: Saya Penasaran Produksi Surplus, Harga Mahal


Nganjuk -Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga bahan pangan jelang bulan puasa dan lebaran, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan inspeksi mendadak ketersediaan bawang merah di beberapa kota, yang diawali di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Sidak ini dipimpin Ketua KPPU, Syarkawi Rauf dan fokus pada beberapa hal.Pertama, Apakah kenaikan harga bawang merah mencapai sekitar Rp 40.000 - Rp 45.000 karena berkurangnya pasokan akibat dari produksi atau panen yang menurun. Kedua, apakah rantai distribusi pemasaran bawang merah yang terlalu panjang menyebabkan tingginya harga, dimana masing-masing titik distribusi mengambil margin yang terlalu besar.

Ketiga, apakah terdapat penguasaan pasar dalam salah satu titik distribusi dimana beberapa perusahaan besar atau pedagang besar menahan pasokan ke pasar yang menyebabkan kelangkaan pasokan sehingga harga menjadi naik.

"Saya penasaran ingin cari tahu kenapa harga bawang merah begitu mahal di tengah produksi yang surplus," Ucap Sarkawi. Senin, (09/5/2016).

Berdasarkan hasil pemeriksaan KPPU tersebut, Syarkawi menemukan harga bawang merah di tingkat pedagang memang sudah tinggi. Ini lantaran minimnya produksi petani akibat belum memasuki musim panen. Diperkirakan panen bawang merah di Nganjuk baru akan dilakukan 1 – 2 bulan ke depan. Akibatnya para pedagang di pasar Nganjuk terpaksa mendatangkan dari Sulewesi dan Bima yang lebih dulu memanen.

Para pedagang ini mendatangkan bawang merah dari luar Jawa dengan banderol harga Rp 27.000/kg plus biaya angkut sebesar Rp 1.500/kg. Mereka selanjutnya menjual kepada pedagang eceran sebesar Rp 30.000 – 31.000/kg dengan hanya mengambil laba tak lebih Rp 1.500 – 2.500/kg. 

Ketika dibawa ke luar kota seperti Surabaya dan Jakarta harganya naik berlipat hingga mencapai Rp 40.000/kg.

Kondisi ini berbanding terbalik ketika musim panen terjadi di Nganjuk. Harga komoditas ini bisa menjadi jauh lebih murah sebesar Rp 10.000/kg akibat banyaknya pasokan dari petani. 

"Harusnya tidak terjadi jika manajemen panen mereka bagus," imbuh Syarkawi.

Naik turunnya harga bawang merah, terutama menjelang lebaran ini, menurut Syarkawi tidak menunjukkan kurangnya produksi nasional. Dalam 5 tahun terakhir produksi Indonesia bahkan surplus dengan produksi 1,2 juta ton di tahun 2014 – 2015 dan 1,1 juta ton di tahun 2015 – 2016. Sementara kebutuhan konsumsi sebesar 975.000 ton per tahun.

Karena itu dia meminta pemerintah tidak melakukan impor bawang merah melihat tren kenaikan bawang merah saat ini. Sebab kondisi ini akan berubah lagi pada 1 – 2 bulan ke depan memasuki musim panen di sentra Kabupaten Nganjuk. Pemerintah didesak menugaskan Bulog untuk melakukan penyerapan bawang merah petani agar harga tidak terlalu anjlok di musim panen. 

Sebab kendala petani saat panen adalah tidak memiliki gudang penyimpanan untuk menahan barang sehingga terpaksa melepas semua hasil panennya ke tengkulak atau pedagang. Menurut Kepala Desa Sukomoro Bambang Sulistyo, produksi bawang merah di wilayahnya saat ini memang belum memasuki musim panen. 

Di desanya yang menjadi salah satu sentra bawang merah Kabupaten Nganjuk, luas area tanaman ini mencapai 100 hektar. Masyarakat yang memanen lahannya hingga tiga kali dalam setahun mengirimkan ke Jakarta dan Semarang jika produksi lokal melimpah. 

"Harus dibutuhkan gudang penyimpanan untuk menahan barang saat melimpah," ucap Bambang.


sumber: https://finance.detik.com/read/2016/05/09/183924/3206300/4/sidak-bawang-merah-ketua-kppu-saya-penasaran-produksi-surplus-harga-mahal




Berita Lainnya