Kementan Dorong Pengembangan Ternak Kelinci Sebagai Sumber Protein


Batu,- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita mengatakan Kementerian Pertanian (Kementan) tidak hanya fokus membangun peningkatan populasi ternak untuk memenuhi kecukupan stok daging. Akan tetapi, terus bekerja keras juga untuk membangun dan mendorong sumber pangan di antaranya produk hewani salah satunya bersumber dari kelinci yang mengadung protein hewani yang tinggi.

“Kelinci merupakan salah satu komponen dari sistem pertanian terpadu yang didukung berbagai kegiatan ekonomi pertanian yang saling berkaitan satu sama lain. Ternak kelinci memberikan pupuk untuk tanaman sekaligus memberikan sumber protein hewani alternatif pangan untuk masyarakat,” kata Ketut mewakili Menteri Pertanian pada pengukuhan pengurus Masyarakat Kelinci Indonesia (MAKINDO) se-kabupaten/kota di Jawa Timur, kemarin Rabu, (25/1). Hadir pada acara ini Anggota Komisi IV DPR RI, Mindo Sianipar dan Walikota Batu, Eddy Rumpoko.

Ketut menjelaskan pengembangan ternak kelinci merupakan pemanfaatan sumberdaya yang kaya dimiliki Indonesia untuk menjamin kesejahteraan pangan penduduknya. Namun belum semua masyarakat yang  mendapat kecukupan pangan, khususnya yang bersumber dari asupan protein hewani. Protein merupakan bahan utama membentuk berbagai struktur organ seperti tulang, otot, serta komponen- komponen pembentuk seluruh jaringan tubuh.

Selain itu, tambah Ketut, ternak Kelinci merupakan sumber protein yang bermanfaat, karena proses budidayanya tidak menggunakan bahan kimia. Dengan demikian, ternak kelinci dan produknya dapat digolongkan sebagai ternak organik yang sama sekali tidak berbahaya bagi para konsumen. Ternak kelinci dapat dimanfaatkan sebagai sumber pedaging alternatif.

"Kita menyadari bahwa sumber protein hewani itu bukan hanya berasal dari daging sapi  atau kerbau. Protein yang dibutuhkan tubuh juga dapat berasal dari hewan lain seperti Kelinci, Kambing, domba, ikan, unggas , susu dan telor. Jika ini dapat di dorong pertumbuhannya secara simultan maka swasembada protein hewani dapat kita raih sesuai yg kita harapkan" jelasnya.

Oleh karena itu, Ketut menegaskan penyediaan protein hewani sangat penting untuk kecerdasan bangsa dan mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan konsumsi semata-mata pada daging. Dengan begitu, pihaknya akan terus mendorong pengembangan ternak kelinci sebagai sumber protein hewani alternatif. 

Ketut mengungkapkan pada tahun 2016 populasi ternak kelinci sejumlah 1,1 juta ekor. Provinsi yang paling besar memiliki kelinci adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan populasi berjumlah 894.505 ekor atau mencakup 80% dari seluruh populasi kelinci di Indonesia. 

“Gambaran ini menunjukan bahwa ternak kelinci justru subur dan berkembang biak di daerah padat penduduk seperti di Pulau Jawa,” ungkapnya.

Selain itu, Ketut menyebutkan di wilayah-wilayah yang iklimnya sesuai yang ditopang oleh budaya setempat, ternak kelinci dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat. Secara nasional, ternak kelinci merupakan upaya diversifikasi alternatif penyediaan pangan yang relatif murah dan terjangkau untuk penyediaan protein hewani.

“Produksi daging kelinci saat ini berjumlah 584 ton. Walaupun sumbangan dagingnya terhadap produksi daging secara keseluruhan masih kecil, tetapi sangat berarti dalam rangka keanekaragaman pangan hewani asal ternak,” sebutnya.

Namun, Ketut menegaskan perlu disadari juga adanya pertumbuhan penduduk yang demikian cepat, dan kompetisi pemanfaatan sumber daya lahan dan air yang tinggi serta degradasi sumber daya alam dan lingkungan dapat mengancam ketahanan pangan kita. 

“Untuk itulah kita harus bekerja keras untuk membangun dan mendorong sumber pangan diantaranya produk pangan hewani,” tegas Ketut.

Terkait kemajuan pengembangan ternak kelinci di Batu, Ketut menapresiasi Walikota Batu yang bersedia menjadikan ternak kelinci sebagai salah satu model pertanian terintegrasi atau integrated  farming yaitu proses keterkaitan antara food, feed, fuel dan fertilizer.

"Saya mengapresiasi yang sebesar-besarnya kepada Walikota Batu khususnya yang menjadikan kelinci sebagai model integrated farming", ucapnya.

Menurut Ketut, Kota Batu adalah kota wisata maka ternak kelinci juga berperan sebagai ternak hias. Dengan tanaman sayuran yang dihasilkannya dapat memberikan pakan untuk kelinci dan kelinci memberikan pupuk untuk tanaman yang diolah dari hasil biogas dari kotoran dan urinenya.

“Hasil samping dari biogas tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Dengan demikian kelinci memiliki multi fungsi yaitu untuk food (pakan), feed (memberikan pupuk dari kotorannya), fuel dari energi yang dihasilkannya dan fertilizer untuk tanaman dari hasil samping biogas (kompos),” sebutnya.

Sehubungan dengan ini, Walikota Batu, Eddy Rumpoko berharap acara ini mampu meningkatkan motivasi bagi peternak kelinci untuk memperluas bidang usahanya dengan menambah produksi dan produktivitas ternak kelinci yang telah ada. Selain itu, mampu mendorong terjadinya diversifikasi dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan peternak kelinci.

Kemudia, lanjut Eddy, kegiatan yang juga bersifat promosi ini diharapan juga dapat memberikan motivasi bagi para “pemain baru” di dunia perkelincian untuk memproduksi kelinci yang lebih bervariasi dan berkualitas.

"Diharapkan selain peningkatan produksi juga ada promosi dan motivasi bagi para pemain baru di dunia perkelincian", ujar Eddy.




Berita Lainnya