Indonesia Siap Tingkatkan Konversi Sawit ke Biofuel


Luwu Timur - Indonesia tidak takut dengan ancaman resolusi sawit yang dikeluarkan uni eropa yang menjadikan deforestasi sebagai alasan dalam melancarkan black campaign dengan tujuan menjatuhkan sawit Indonesia," kata Amran di sela kunjungannya ke pabrik sawit PTPN XIV di Luwu Timur hari ini (26/4).

"Ini hanya masalah bisnis semata dengan menjadikan masalah enviroment sebagai alasan dan Perancis yang paling ribut terkait masalah sawit, padahal mereka hanya mengimpor 20.000 ton dari total keseluruhan kebutuhan minyak sawit di Eropa sebesar 3.2 juta ton dan justru kitalah yang peduli dengan lingkungan, karena penanaman sawit dilakukan diatas lahan kering dan ini membantu penyerapan air dan membuat lingkungan menjadi hijau".kata Amran.

Lebih lanjut Amran menambahkan.
 "selain Eropa, kita masih punya pasar di India, Tiongkok, Turki dan Pakistan, selain itu dalam negeri konversi minyak sawit untuk biofuel sudah mencapai 3 juta ton dan di tahun 2017  akan kami tingkatkan ke B.20 sebesar 7 juta ton, dan jika kami tingkatkan ke B.30 ditahun mendatang dengan target 13 juta ton, saya kira ada negara yang tidak akan kebagian, jadi kita tidak perlu takut dengan black campaign sawit oleh Uni Eropa.

Seperti diketahui Indonesia dan Malaysia adalah produsen utama minyak sawit yang menguasai 80 % pasar dunia. Adanya resolusi minyak sawit oleh Uni Eropa sebagai sebuah black campaign dengan mengusung isu deforestasi dengan tujuan ingin melindungi produk uni eropah yaitu rapeseed, bunga matahari dan kedelai yang kalah bersaing jika dibandingkan dengan minyak sawit. Dari sisi produksi, sawit paling produktif dalam hal penggunaan lahan dan hasil yaitu 4,27 ton / ha / tahun, sedangkan rapeseed hanya menghasilkan 0,60 ton / ha / tahun, bunga matahari di 0,52 ton / ha / tahun, dan kedelai di 0,45 / ton / ha / tahun.

Resolusi minyak sawit oleh Uni Eropa sebagai sebuah kebijakan perlu ditinjau kembali, karena ini justru akan berdampak kepada perusakan hutan secara tidak terkendali. Dikatakan demikian karena akan  menimbulkan efek domino, mulai dari harga sawit yang turun akan berdampak langsung pada nasib pekerja,  dan jika ini terjadi para pekerja sawit yang selama ini hidup dari sawit akan kembali masuk hutan untuk mencari penghasilan baru dengan membuka lahan baru yang artinya hutan akan kembali di tebang. Dan jika ini terjadi maka secara tidak langsung Uni Eropa justru yang paling bertanggung jawab terjadinya deforestasi.




Berita Lainnya