Upaya Kementan Agar Petani Rasakan Manisnya Tomat


Jakarta— Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya menjaga stabilitas stok dan harga tomat sayur dalam negeri. Begitu pun dengan kesejahteraan para petani.

Salah satu caranya, kata Kepala Subdirektorat Aneka Cabai dan Sayuran Buah Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan, Muhammad Agung Sunusi, mengatur pola tanam di daerah-daerah sentra produksi.

"Karena secara hukum ekonomi, produk yang belimpah pasti akan membuat penurunan harga jual," ujarnya di Jakarta, Kamis (26/10/2017). Beberapa sentra penghasil tomat adalah Magelang, Temanggung, Malang, Boyolali, Bandung, Garut, Sukabumi, Enrekang, Karo, Kerinci, Lombok Timur, dan lainnya.

Lulusan Universitas Haluoleo Kendari itu menerangkan, tomat sangat baik dibudidayakan pada musim tanam, karena produksinya akan sangat berlimpah. Apalagi, jika ditanam pada musim kemarau dan ketersediaaan air irigasi memadai.

"Hal ini dipicu oleh proses fotosintesis yang maksimal, secara otomatis tanaman akan bermetabolisme secara optimal untuk menghasilkan tomat. Dengan kondisi musim tanam yang seperti ini, sebenarnya menjadi suatu hal perlu dicermati dan mendapat perhatian khusus oleh kita bersama," paparnya.

Tomat sendiri mudah ditemukan di areal-areal pertanian, baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Tomat biasanya diusahakan secara monokultur maupun tumpang sari.
?
Pemetaan kebutuhan, sambung Agung, pun harus menjadi pertimbangan dalam pengaturan pola tanam tomat. "Dengan tingkat konsumsi 2,44 kilogram per kapita per tahun, setiap daerah sepatutnya bisa menentukan kebutuhan tingkat wilayah daerah masing-masing dalam mendukung pola produksi," katanya.

Upaya Ditjen Hortikultura Kementan lainnya, mendorong diversifikasi tomat. Sebab, tingkat kerusakan produk sayuran itu cukup tinggi dan umur simpan di suhu ruangnya pendek. Tomat bisa diolah menjadi pasta, saus, manisan, dodol, hingga olahan kurma atau torakur.

"Produk olahan asal tomat ini ternyata memiliki banyak peminatnya. Selain memiliki cita rasa yang khas, olahan tomat seperti dodol tomat, manisan tomat, maupun tomat kurma, dapat menjadi buah tangan yang memiliki nilai jual yang baik," ungkap Agung.

Banyaknya bantuan alat pengolahan pascapanen, jelas peraih gelar doktor itu, merupakan cara Ditjen Hortikultura Kementan mendukung dan mempercepat diversifikasi tomat. Bantuan disalurkan melalui Direktorat Pengolahan Pemasaran Hasil Hortikultura.

"Kesadaran petani untuk merubah pola tanam dengan mengikuti pola tanam yang baik serta usaha untuk melakukan diversifikasi produk, akan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam berusaha budidaya tomat," yakinnya. Selain menjadi makanan, tomat juga bahan kosmetik kecantikan.

Kemudian, Ditjen Hortikultura Kementan memfasilitasi kemitraan antara petani dengan industri olahan, baik skala besar maupun rumah tangga, serta hotel, restoran, dan katering (horeka). Tujuannya, menyerap produk tomat petani, agar cepat laku dengan harga pantas.

Strategi lain adalah memunculkan dan memanfaatkan peran petani-petani maju (champion). Alasannya, pola pikir atau kebijakan pemerintah akan sulit dilaksanakan di tingkat petani, tanpa peran champion. "Selain dengan pengawalan dan pembinaan dari Dinas Pertanian dan penyuluh pertanian," tandas Agung.

Harga tomat di Pasar Induk pada 24 Oktober 2017 terpantau Rp7.000 per kilogram dan sehari kemudian turun Rp1.000 per kilogram. Pada waktu sama, rata-rata harga tomat di tingkat pasar pengecer Jakarta sekira Rp11.200 per kilogram dan di level petani sekitar Rp3.000 per kilogram.

Sementara itu, produksi tomat nasional pada 2014 sebesar 915.987 ton. Lalu, menjadi 877.792 ton pada 2015 dan tahun 2016 sebanyak 883.233 ton.




Berita Lainnya