Tingkatkan Kualitas Jeruk Koprok Batu 55, BBPP Ketindan Selanggarakan DTT


Dengan wilayah Indonesia yang sangat luas, tentunya keanekaragaman hayati menjadi salah satu keunggulan Indonesia. Terletak di dataran tinggi, Kabupaten Malang memiliki salah satu komoditas yang menjadi unggulan yakni Jeruk Koprok Batu 55. Dalam rangka meningkatkan produktivitasnya, Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan mengadakan Diklat Teknis Tematik (DTT) Tanaman Jeruk di Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Diklat ini diikuti 30 peserta dari unsur petani, penyuluh pertanian dan pengamat organisme penyakit tanaman.

Berada di ketinggian 700-1200 m dari permukaan laut akan banyak kita jumpai hamparan kebun jeruk milik petani. Dengan ciri khas rasa yang manis sedikit asam dan segar, Jeruk Keprok Batu 55 merupakan salah satu produk andalan hortikultura Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Jeruk Keprok  Batu 55 memiliki bentuk bulat dengan warna kulit buah kuning oranye dan warna daging buah oranye.

Diklat dalam metode Focus Disscussion Group (FGD), peserta Diklat difasilitasi fasilitator alumni Training of Trainers Benih melakukan identifikasi masalah apa yang dialami oleh petani jeruk mulai pembelian bibit sampai panen. Masalah yang ditemukan kemudian dilanjutkan dengan uji skala prioritas (skoring).

Hasil skoring menunjukkan bahwa permasalahan bibit yang tidak sesuai dengan spesifikasi menjadi permasalah utama diikuti serangan hama penyakit dan konsistensi pemangkasan. Bibit yang digunakan petani jeruk selama ini tidak diketahui asal usulnya dan belum mendapatkan sertifikasi dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Hal ini menjadi titik awal penyebab produktivitas jeruk Keprok Batu 55 tidak sesuai yang diharapkan petani. Petani pun mengalami masalah hama penyakit yaitu kutu loncat menyerang kuncup, daun-daun muda, tunas dan tangkai daun mengakibatkan tunas-tunas muda keriting dan pertumbuhannya terhambat. Apabila serangan parah, bagian tanaman yang terserang biasanya menjadi kering secara perlahan kemudian mati.

Kutu juga menghasilkan sekresi berwarna putih transparan berbentuk spiral yang biasanya ditemui berserak di atas permukaan daun atau tunas. Serangga ini selain sebagai hama juga sebagai vektor penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD).

Selain penyakit CVPD, penyakit Diplodia atau lebih dikenal Blendok juga menjadi salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman jeruk Keprok Batu 55. Kedua penyakit ini tentunya dapat mengganggu kesehatan tanaman jeruk dan menurunkan produktivitas tanaman jeruk Keprok Batu 55. Untuk memecahkan masalah tersebut, dilaksanakan praktek lapangan di petani jeruk Bapak Jarwo di Desa Gading Kulon Kecamatan Dau Malang.

Peserta langsung mempraktekkan bagaimana cara  seleksi benih yang sehat, mengidentifikasi  penyakit CVPD dan blendok. Penyakit blendok dapat terjadi apabila ada patogen menyerang cendawan Botryodiplodia theobromae dan apabila tanaman jeruk sudah bereaksi terhadap serangan patogen akan mengeluarkan substansi pertahanan berupa blendok (gum/gumosis) berwarna kuning keemasan dan pada stadium lanjut kulit tanaman akan mengelupas (Diplodia basah). Sedangkan pada diplodia kering, kulit batang atau cabang tanaman yang terserang akan mengering tanpa mengeluarkan blendok, sehingga gejalanya lebih sulit diamati.

Salah satu petani keruk koprok 55, Jarwo, yang telah malang melintang dalam budidaya jeruk mengatakan untuk mengendalikan penyakit Blendok sangat penting menjaga  kebersihan kebun yaitu memangkas ranting  kering dan cabang yang terserang penyakit, kemudian ranting pangkasan dapat dibakar atau ditimbun untuk mengendalikan penyakit tersebut. Selain itu petani pada awal dan akhir musim kemarau dapat menyaput atau melabur batang dan cabang dengan bubur California atau pada fungsida yang berbahan aktif Cu.

Sedangkan untuk mengendalikan penyakit CVPD  sangat penting sekali penggunaan benih jeruk bebas penyakit, konsitensi perlakuan sanitasi lahan dan  pengendalian vektor CVPD dengan melakukan monitoring atau pengamatan diutamakan pada tunas-tunas muda. Bila terdapat populasi hama ini maka harus segera dikendalikan. Pengendalian sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Ambang kendali D. citri yang mengandung L. asiaticus  1 ekor.  Berarti di daerah endemis CVPD, meskipun hanya ada 1 ekor D. citri harus sudah dikendalikan. Pengendalian secara kimiawi yang cukup efektif untuk mengendalikan hama ini antara lain insektisida dengan bahan aktif Dimethoate, Alfametrin, Profenofos, Sipermetrin dan sebagainya yang diaplikasikan melalui penyemprotan daun.

Sutopo, peneliti dari Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika menambahkan pemangkasan tanaman jeruk yang tidak konsisten oleh petani jeruk juga menjadi salah satu masalah dalam pemeliharaan tanaman jeruk. Hal ini dapat diatasi dengan konsistennya tindakan pemangkasan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah buah jeruk, membangun percabangan dan kanopi yang ideal, mengatur penetrasi cahaya dan sirkulasi udara serta menjaga produktivitas dan mutu buah dengan cara  memangkas bibit/tanaman pada ketinggian 50-60 cm dari tanah, lalu membiarkan tunas-tunas di ketiak daun tumbuh hingga jumlah maksimal. Selanjutnya pilih tiga tunas yang tumbuh seimbang, biasanya pada tiga tunas teratas yang letaknya berurutan dan lakukan pemangkasan berikutnya setelah tumbuh dua periode pupus dengan rumus 1 - 3 - 9 ( 1 batang utama, 3 cabang primer, 9 cabang sekunder). 

Dalam kegiatan tersebut, peserta diklat sangat antusias mengikuti berbagai rangkaian diklat. Peserta diklat yang terdiri dari beberapa latar belakang berbeda akhirnya mampu memnidentifikasikan permasalahan yang dialami oleh petani jeruk Dau Malang, sekaligus solusi pemecahannya. Harapannya petani jeruk Keprok Batu 55 dapat mensosialisasikan hasil Diklat kepada anggota kelompok tani dan intensif dalam pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama penyakit. Semakin intensif pemeliharaan maka tentunya dapat menurunkan tingkat serangan penyakit dan meningkatkan produktivitas tanaman Jeruk Keprok Batu 55 sehingga produk andalan Jeruk Keprok Batu 55 semakin berjaya.




Berita Lainnya