Kementan Ingin Peternak Sapi Perah di Indonesia Maju Seperti Peternak di New Zealand


Salatiga (14/04/ 2018), Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) ingin peternak sapi perah di Indonesia maju seperti peternak di New Zealand. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH Sugiono saat melakukan kunjungan kerja ke kelompok ternak sapi perah di Salatiga.

Pada kesempatan tersebut Sugiono mengatakan, Ia ingin memantau perkembangan lebih lanjut pelaksanaan program Kemitraan Indonesia – New Zealand dalam kerangka kerjasama “Indonesia Dairy Excellence Activity (IDEA)”. 

Sugiono berharap kegiatan IDEA dapat mewujudkan adanya "mini farm sapi perah New Zealand yang berada di Jawa Tengah, jadi hasilnya benar-benar riil ". "Saya ingin kegiatan kerjasama ini benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas sapi perah dan memacu produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN)," ujar Sugiono.

Lebih lanjut Sugiono menjelaskan, Indonesia saat ini memiliki populasi sapi perah 544,791 ekor dengan produksi 920,1 ribu ton susu segar (Statistik Peternakan, 2017). Menurutnya, jumlah produksi ini hanya mampu memenuhi 20% dari total kebutuhan susu nasional yang mencapai 4,448 juta ton (BPS, 2017). 

Saat ini tingkat konsumsi susu di Indonesia baru mencapai 16,53 liter/kapita/tahun (BPS, 2017). "Angka tersebut masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina yang sudah mencapai 20 liter/kapita/tahun," kata Sugiono.

Melalui program IDEA ini Sugiono berharap, dapat membantu mengedukasi masyarakat tentang arti pentingnya susu segar bagi pemenuhan kebutuhan gizi, sehingga dapat meningkatkan tingkat konsumsi susu masyarakat di Indonesia," ujarnya.

Selain itu Sugiono juga mengungkapkan, kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini, 99% sapi perah di Indonesia masih dipelihara di Pulau Jawa terutama di daerah dataran tinggi. Sementara itu masyarakat konsumen susu tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. "Kita perlu mengenalkan sapi perah yang adaptif terhadap lingkungan dataran rendah dan mengembangkan sapi perah di seluruh bumi nusantara, sehingga akses terhadap susu segar menjadi semakin dekat dan mudah diperoleh masyarakat," tukasnya. 

Untuk itu, Sugiono menginginkan 
IDEA yang merupakan proyek kerjasama antara pemerintah New Zealand dengan Indonesia dapat benar-benar memberikan manfaat untuk peternakan sapi perah di Indonesia. 

Proyek yang berlangsung selama 8 dari tahun 2015 dan akan berakhir pada tahun 2023 diharapkan Sugiono dapat benar-benar bermanfaat. Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu pilot project, selain Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan fokus kerjasama adalah Technical Cooperation di bidang persusuan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas yang berkelanjutan dan nilai ekonomi peternak sapi perah, sehingga dalam jangka panjang diharapkan dapat peningkatan produktivitas, profitabilitas dan standar hidup peternak sapi perah rakyat. 

Selama enam tahun kedepan proyek IDEA menargetkan mampu memberi manfaat kepada 5.000 peternak melalui kenaikan keuntungan peternak sebesar 50%, kenaikan produksi susu sebesar 30%, dan peningkatan kualitas susu yang memenuhi SNI pada peternak anggota kelompok binaan IDEA sebesar 90%. Sedangkan untuk peningkatan SDM ditargetkan setiap tahun ada tambahan 40 orang peternak terlatih di bidang teknis dan manajemen bisnis sapi perah, 32 orang petugas teknis dan penyuluh terlatih, serta 10 orang pelatih terakreditasi untuk melatih petugas penyuluh sapi perah yang baru dan staf Universitas yang ingin meningkat kapasitasnya dalam sistem peternakan sapi perah.

Untuk itu Sugiono berharap, koordinasi proyek IDEA ini harus bagus dan bersinergi dengan Pemerintah Indonesia, yakni Ditjen PKH Kementan, Dinas Provinsi, Kabupaten dan Kota, sehingga kerjanya IDEA ini tidak partial," ucapnya.

Sugiono meminta kepada Tim IDEA, agar fokus kegiatan menjadi utuh dan menyentuh semua aspek peternakan sapi perah mulai dari bibit ternak, pakan, reproduksi, pemerahan dan kualitas susu, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan peternak sapi perah. Selain penyediaan pakan, reproduksi ternak harus terus ditingkatkan melalui penanganan gangguan dan optimalisasi reproduksi sehingga diperoleh Day Open dan calving interval yg lebih pendek. Ia sebutkan bahwa dari kegiatan Upsus siwab telah sukses mencapai s//c 1,5 karena manajemen pemeliharaan bagus.

"Keterlibatan dinas terkait setempat juga harus terus diintensifkan untuk mendapatkan dukungan dan hasil yang lebih baik," kata Sugiono.

Sugiono berharap, dengan transfer knowledge dari New Zealand tersebut diharapkan peternak Indonesia akan menjadi lebih maju lagi. Namun Ia ingin jumlah peternaknya ditambah tidak hanya 5.000 peternak. Jumlah ini menurutnya sangat kecil sekali. "Saya berharap nantinya jika proyek kerjasama ini selesai, keseluruhan peternak di Indonesia dapat meningkat kesejahteraannya dan kalau bisa dapat sejajar dengan peternak New Zealand," tandasnya. 

Dengan demikian menurutnya, beternak bukan lagi dianggap sebagai pekerjaan sampingan, namun menjadi pekerjaan yang menjanjikan dan diminati oleh generasi muda, sehingga akan mendorong munculnya peternak-peternak muda yang tentunya memiliki kemampuan yang lebih bagus dibanding peternak saat ini. 

Ia berpendapat, dengan meningkatnya semangat wirausaha dari peternak, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. "Apalagi jika sudah berkemvang ke arah industri pengolahan susu menjadi  seperti susu cup, yoghurt, permen susu dan lain-lain tentunya akan menjadi nilai tambah tersendiri dan berdampak terhadap peningkatan protein hewani dari susu. 

"Intinya peternak harus sejahtera, dan masyarakat terpenuhi gizinya dari sumber protein hewani," ucapnya penuh harap.

Pada kesempatan yang sama , Sugiono menyebutkan bahwa, potensi ternak perah yang ada di Indonesia masih dapat terus dikembangkan. Selama ini menurutnya, ternak perah selalu diidentikan dengan sapi Frisian Holstein (FH) yang merupakan sapi impor dari negara subtropis. "Padahal kita punya ternak perah lain seperti sapi Peranakan Frisian Holstein (PFH) yaitu persilangan antara sapi FH dengan sapi lokal Indonesia, kambing perah, kerbau perah yang lebih tahan terhadap iklim di Indonesia," ungkapnya. "Kita perlu merubah mindset untuk mengoptimalkan keberadaan sapi FH, PFH, kambing perah dan kerbau perah tersebut untuk mendukung peningkatan produksi susu dalam negeri," pungkasnya.

Contact Person:
Ir. Sugiono, MP (Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian)




Berita Lainnya