Terapkan Teknologi Budidaya Spesifik Agro-Ekosistem, Panen Petani Wajo Melimpah


Wajo - Guna mempercepat proses diseminasi teknologi pertanian secara langsung kepada petani, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian gencar melaksanakan demonstration farming (demfarm) di beberapa provinsi sentra produksi padi. Kali ini, Kecamatan Takkalalla, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan manjadi salah satu lokasi yang dipilih untuk melaksanakan demfarm karena merupakan salah satu produsen padi di Sulawesi Selatan. 

 
Kabupaten Wajo memiliki kondisi spesifik wilayah yang berbeda dengan daerah-daerah lain, maka Tim Demfarm Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) menerapkan Teknologi Budidaya Padi Produksi Tinggi, Spesifik Agro-Ekosistem (TEPAT-SAE) Intensifikasi Sebar Benih Langsung (Isabela) di Kecamatan Takkalalla di lahan seluas 56 hektar. Setelah diterapkan, pada Selasa (28/08) teknologi budidaya tersebut berhasil mendorong panen dengan hasil yang baik.
 
“Terobosan baru inovasi Balitbangtan ini dalam upaya meningkatkan produksi padi lahan tadah hujan,” jelas Suprihanto, Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian BB Padi saat diwanwancarai. "Panen ini membuktikan hasil ubinan beberapa varietas, dan rata-rata bisa menghasilkan 7,2 ton per hektare atau ada kenaikan produksi sekitar 2 ton per hektare," sambungnya.
 
Kondisi iklim Kabupaten Wajo memang spesifik dan sangat berbeda dengan dengan iklim di wilayah Sulawesi Selatan lainnya. Selama ini musim rendengan (penghujan) di Wajo dimulai pada pertengahan April 2018 hingga September 2018 atau dikenal dengan Musim A-SEP, berbeda dengan kondisi Indonesia pada umumnya yang mengalami musim kemarau pada bulan April.
 
"Tepat-SAE Isabela diujicoba untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan dengan tanpa mengubah kebiasan petani setempat. Selama ini kebiasan petani Wajo selalu melakukan tanam benih dengan cara hambur benih," kata Suprihanto.
 
Setiap musim petani menanam padi varietas Ciherang dan Mekongga dengan rata-rata hasil setiap musimnya tidak lebih dari 5 ton per hektare. Sembilan varietas unggul baru Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9 Elo, Inpari 36 Lanrang, Inpari 37, Inpari 38 Agritan Tadah Hujan, Inpari 39 Agritan Tadah Hujan dan dua varietas Green Super Rice yaitu Inpari 42 GSR dan Inpari 43 GSR juga telah di ujicoba di lahan tersebut.
 
Komponen teknologi Tepat-SAE Isabela mempunyai beberapa kesamaan dengan teknologi larikan gogo (Largo) akan tetapi ada beberapa komponen yang membedakan, antara lain penggunaan varietas unggul tahan yang punya potensi hasil tinggi, dengan sistem tanam sebar/hambur benih langsung maksimal 40 kg/ha, hal ini untuk menjaga populasi optimal per ha.  
 
Selain itu, optimalisasi daya kecambah benih, dengan merendam benih selama 48 jam, dilanjutkan dengan penirisan selama 12 jam, hingga calon bibit tumbuh, dan siap untuk diberi pupuk hayati Agrimeth (Seed treatment); atau pada lahan sawah tadah hujan yang tergenang air lebih dari 5 cm diatas permukaan tanah, dianjurkan untuk menggunakan (iron coated seed). Coating seed merupakan benih yang diselimuti iron sebagai bahan pemberat benih sehingga benih dapat menancap di permukaan tanah meskipun benih disebar/dihambur dalam kondisi air tergenangjuga untuk mengurangi serangan hama keong-mas.
 
Komponen lainnya adalah hambur dengan jarak antar lorong maksimal 4 meter, untuk memudahkan perawatan tanaman dan aplikasi pupuk, pestisida/herbisida. Lalu, pemupukan spesifik sawah tadah hujan untuk menghindari rebah tanpa menurunkan hasil panen. Kemudian, aplikasi bio-silika dosis 1 liter/ha pada saat vegetatif maksimal dan panicle initiation untuk meningkatkan kekuatan/kekerasan batang dan menghindari rebah, dan terakhir penggunaan alat panen combine harvester untuk panen.
 
Secara umum, luas lahan baku sawah di Kabupaten Wajo mencapai 99.720 hektare, sekitar 70 persennya merupakan lahan sawah tadah hujan. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wajo, lahan sawah tadah hujan di Takkalalla, mencapai 10.850 ha, dengan sumber pendapatan utama masyarakatnya adalah usaha tani padi di lahan tadah hujan, dengan rata-rata kepemilikan lahan 4-5 hektare per petani.
 
Selain acara panen, ditempat yang sama juga dilaksnakan temu lapang sekaligus dialog dengan 250 petani yang hadir untuk menerima umpan balik dari penerapan teknologi yang telah dilaksanakan di wilayahnya. 
 
Pelaksanaan panen demfarm juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Ir. H. Ambo Epu,  Camat Takkalalla Hj. Andi Besse Suhaemi, S.Sos, peneliti BPTP Sulsel, peneliti Lolittungro, Danramil, Kapolsek, Kepala BBP, koordinator penyuluh, para penyuluh dinas pertanian, dan petani.
 
Kepala Dinas Pertanian Kabuoaten Wajo H. Ambo menyambut baik kegiatan demfarm di wilayahnya dan akan terus mendukung agar kegiatan demfam seperti ini tidak berakhir hanya hingga panen. "Kegiatan demfarm ini, petani bisa melihat, bersentuhan langsung dengan teknologi baru dan sekaligus  bisa belajar teknik budidaya padi yang baik agar produksi padi lahan tadah hujan meningkat," ungkap Ambo.
 
Melihat kondisi lahan tadah hujan yang cukup luas, kedepan Tepat-SAE Isabela akan dikembangkan dengan menggunakan alat/mesin hambur dengan menggunakan boom-sprayer atau drone-hambur benih.



Berita Lainnya