Musim Kemarau Momentum Naikkan LTT di Lahan Rawa


Jakarta - Musim kemarau memang menyebabkan kekeringan pada lahan petani. Namun di sisi lain, musim kemarau juga bisa menjadi momentum untuk meningkatkan Luas Tambah Tanam (LTT), terutama di wilayah yang banyak memiliki lahan rawa lebak.

 

Di beberapa wilayah Indonesia, dampak musim kemarau membuat tanaman padi milik petani mengalami puso atau gagal panen. Data menyebutkan, luas tanam padi yang terkena kekeringan selama periode Januari-Juni 2019 sekitar 20.964 ha atau hanya 0,28% dari total luas pertanaman sebesar 7.359.453 hektar (ha). Dari jumlah yang kekeringan itu, lahan padi yang puso (rusak parah) hanya 0,003 % atau 232 ha. Wilayah yang terkena kekeringan tersebar di 14 provinsi/wilayah.

 

Dibandingkan dengan periode Januari-Juni 2018, luas lahan padi yang kekeringan tersebut lebih rendah sekitar 78,18%. Begitu pun dengan puso selama periode Januari-Agustus 2019 lebih rendah 98,74% dibandingkan periode Januari-Juni 2018.

 

Sementara kekeringan pada musim kemarau (MK) April-September 2019 juga masih lebih rendah 75,87% dibandingkan MK April-September 2018. Demikian juga yang puso pada MK April-September 2019  lebih rendah 98,94% dibandingkan MK April-September 2018.

“Saat ini yang mengalami kekeringan serius ada lahan pertanian di Jawa, Bali, serta Nusa Tenggara. Berdasarkan data BMKG, luas lahan yang terkena kekeringan sekitar 102 ribu ha dan puso 9 ribu-an ha,” ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Dirjen PSP), Sarwo Edhy.

 

Guna mencegah semakin luasnya lahan pertanian yang terkena kekeringan dan puso, pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, dari mulai pemerintah daerah dan TNI untuk memetakan kebutuhan alat dan mesin pertanian (alsintan) dan pemanfaatan sumber air yang harus dibangun. “Sekarang kita sudah banyak membangun sumber air. Baik itu sumur dangkal, embung, dam parit, sehingga diharapkan kekeringan untuk tahun ini bisa teratasi,” kata Sarwo.

 

Berdasarkan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman setiap yang daerah yang terdampak maupun perluasan areal tanam membentuk posko untuk mitigasi dan adaptasi yang diresmikan bupati, sehingga bupati menjadi leader-nya dalam mitigasi dan adaptasi kekeringan. Ditjen PSP sendiri sudah menyiapkan mobilisasi alsintan seperti pompa, infrastruktur pertanian dukungan lainnya seperti pipanisasi. Sementara Ditjen Tanaman Pangan dan Litbang Pertanian menyiapkan benih tanaman pangan.

 

*Lahan Rawa Lebak*

 

Meski beberapa wilayah terkena dampak kekeringan, sehingga menyebabkan puso, namun untuk daerah lahan rawa lebak seperti wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Lampung, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat justru dapat dioptimalkan untuk meningkatkan LTT.

 

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, di musim kemarau seperti ini sebenarnya bisa menjadi kesempatan mengembangkan lahan rawa. Optimalisasi lahan rawa akan lebih bagus di musim kemarau seperti ini.

 

“Karena itu kami juga mengundang wilayah rawa agar mengupayakan penambahan LTT melalui optimalisasi potensi lahan rawa. Rencana aksi bisa dengan bantuan benih padi, jagung, kedelai, tumpangsari, optimalisasi lahan, serta bantuan alsintan,” tuturnya.

 

Data Ditjen Tanaman Pangan, wilayah yang sumber airnya masih cukup yakni, potensi lahan kering yang  masih ada air  sekitar 2,3 juta ha berada di 152 kabupaten di 14 provinsi. Provinsi tersebut yaitu, Aceh, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra. Sedangkan potensi lahan rawa seluas 675 ribu ha berada di 31 kabupaten di 6 provinsi yakni, Sumsel, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kalteng dan Sulsel.

 

Untuk itu, pihaknya melibatkan wilayah-wilayah yang ketika terjadi kekeringan justru menjadi sumber pertumbuhan luas tanam baru. “Ini sangat kami harapkan. Selain mengkompensasi tanaman yang puso, juga menambah areal tanam baru yang produktivitasnya dan mutunya makin bagus,” ungkapnya.

 

Di wilayah Jawa Barat,  Jawa Tengah, Jawa Timur, Gatot berharap Perum Jasa Tirta (PJT-I dan PJT-II )  dengan sumber air yang ada dapat mengamankan standing crop pertanaman, sekaligus meningkatkan LTT. Untuk wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, diharapkan dapat meningkatkan LTT melalui optimalisasi penanaman pada lahan kering serta rawa yang masih ada airnya. “Kami sudah menyiapkan rencana aksi LTT lahan rawa,” ujarnya.

 

Gatot menyarankan, petani di lahan kering yang curah hujannya masih cukup jika akan bertanam padi sebaiknya menggunakan varietas padi gogo. Sebelum bertanam disarankan lahan sawah setelah panen, dicek kadar airnya, apakah masih basah atau sudah kering.

 

Pengecekan dapat dilakukan dengan mencabut sisa jerami. Jika mudah dicabut maka lahan tersebut masih basah dan layak ditanami padi gogo. Lakukan penugalan Tanpa Olah Tanah (TOT) di samping pangkal jerami, isi 3 biji per lubang (Tabela).

 

Sedangkan untuk pertanaman padi di lahan rawa, Gatot mengatakan, pemerintah telah membuat pilot project padi rawa, bahkan kini sudah ada yang panen. Hasilnya sudah terlihat, jika sebelumnya petani menggunakan benih lokal (pertanaman 6 bulan), kini dengan benih Inpara-3 pertanaman padi hanya 3-4 bulan.

 

“Produktivitasnya juga meningkat. Jika sebelumnya hanya 2,5 ton/ha, kini menjadi 4,58 ton/ha. IP juga naik dari sebelumnya 100 menjadi 200 yang tanam pada Maret, Juli dan Agustus,” tutur Gatot.




Berita Lainnya