Wamentan Sudaryono & BMKG Bangun Sistem Peringatan Dini untuk Selamatkan Produksi Pangan
Sabtu, 22 November 2025 12:51:30 SZ
Jakarta – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono menegaskan bahwa masa depan pertanian Indonesia sangat ditentukan oleh integrasi data cuaca dan iklim menjadi informasi yang sederhana, mudah dipahami, dan siap digunakan oleh penyuluh di lapangan guna mewujudkan pertanian modern. Hal tersebut disampaikan dalam audiensi bersama Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar menilai bahwa Indonesia memiliki infrastruktur dan basis data iklim yang kuat, mulai dari prakiraan musim, prediksi curah hujan, monitoring ENSO, indeks kekeringan, hingga kesesuaian agroklimat. Namun data tersebut harus diolah dan disajikan secara operasional agar benar-benar membantu penyuluh di lapangan.
“Kita sudah punya infrastruktur, datanya ada, analisanya ada. Yang kurang adalah integrasi dan penerjemahan data menjadi bahasa yang sederhana. Data harus menjadi informasi,” tegas Wamentan Sudaryono.
Ia menambahkan bahwa informasi tersebut harus dipadankan dengan kondisi lahan dan tipografi wilayah agar rekomendasi penyuluh menjadi lebih presisi dan efektif.
“Ini bukan untuk petani langsung, tetapi untuk penyuluh. Mereka yang harus menerima informasi yang sudah dipadankan dengan kondisi di lapangan,” lanjutnya.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, Kepala BMKG, Faisal Fathani memaparkan berbagai layanan iklim terapan, sistem peringatan dini, serta platform data pendukung sektor pangan nasional.
Menurutnya, informasi iklim berpengaruh langsung terhadap produktivitas pertanian. Produktivitas padi turun pada fase El Niño dan meningkat pada La Niña, sehingga informasi iklim menjadi instrumen mitigasi risiko gagal panen.
"BMKG memiliki berbagai layanan untuk mendukung sektor pertanian, mulai dari prediksi hujan, kalender tanam iklim, peringatan dini kekeringan, indeks ketersediaan air tanah, neraca air lahan, sekolah lapang iklim, hingga platform digital cuaca untuk rantai distribusi pangan," tuturnya.
Faisal juga memperkenalkan BMKG–AWIS (Agricultural Weather Information System), yaitu sistem informasi iklim pertanian terpadu yang menyediakan prediksi cuaca, curah hujan, kelembapan tanah, indeks kekeringan, hingga rekomendasi waktu tanam.
Sistem ini dirancang agar dapat terhubung dengan aplikasi penyuluh Kementan sehingga informasi iklim dapat dimanfaatkan dengan cepat dan tepat. Selain itu, operasi modifikasi cuaca (OMC) ditegaskan sebagai instrumen efektif menambah suplai air, mengisi waduk, menjaga irigasi, dan meningkatkan produksi.
Menanggapi hal tersebut, Wamentan Sudaryono menegaskan bahwa ke depan, seluruh data dan layanan iklim BMKG akan dikolaborasikan dengan Kementan menjadi informasi siap pakai bagi penyuluh agar rekomendasi yang disampaikan ke petani lebih presisi dan berbasis sains.
Menurutnya pertanian modern tidak dapat lagi berjalan berdasarkan intuisi. Pertanian harus bertumpu pada data ilmiah yang diterjemahkan menjadi rekomendasi teknis bagi penyuluh. Ia meminta balai dan UPT Kementan memperkuat perannya sebagai simpul informasi sehingga data BMKG dapat diteruskan secara akurat dan praktis ke tingkat lapangan.
“Tantangan kita adalah menjadikan data itu sebagai informasi yang dapat dimanfaatkan bagi penyuluh,” ujar Wamentan Sudaryono.
Ia menekankan bahwa big data hanya bermanfaat bila disederhanakan menjadi panduan yang dapat dieksekusi. Dengan integrasi data, peningkatan kapasitas penyuluh, dan kolaborasi Kementan–BMKG yang semakin kuat, Wamentan Sudaryono optimistis produktivitas pertanian dapat meningkat, risiko gagal panen dapat ditekan, dan ketahanan pangan nasional terjaga berkelanjutan.
Kolaborasi Kementan dan BMKG sendiri telah berjalan melalui sejumlah program, termasuk perjanjian kerjasama dengan BRMP untuk pertanian modern, kerja sama dengan BPPSDMP untuk peningkatan kapasitas penyuluh, serta sinergi dengan Kemenko Pangan dan Bapanas dalam integrasi data iklim untuk peringatan dini pangan. BMKG juga melibatkan HKTI dan petani melalui Sekolah Lapang Iklim.