NTP dan NTUP Meningkat Bukti Meningkatnya Kesejahteraan Petani


Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan daya beli petani nasional pada bulan Mei 2017 mengalami peningkatan. Dalam data yang dirilis BPS, Nilai tukar petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) sama-sama mengalami peningkatan. BPS menyebutkan NTP Nasional sebesar 100.15, naik 0.14 persen dibanding bulan sebelumnya. Sementara NTUP pada bulan Mei 2017 mencapai 109,15 atau naik 0,49 persen dibandingkan bulan sebelumnya. 

Kenaikan dua indikator utama kesejahteraan petani tersebut turut didorong oleh kenaikan harga komoditas-komoditas pangan di tingkat petani.  "Komoditas yang mempengaruhi kenaikan itu antara lain adalah harga gabah, jagung, dan produk hortikultura seperti cabai merah dan beberapa buah-buahan," kata Kepala BPS Suhariyanto. 

Kenaikan harga pangan di tingkat petani ditunjukkan antara lain dengan kenaikan harga gabah. Dalam data BPS, harga gabah kering panen di tingkat petani pada Mei 2017 mengalami kenaikan sebesar 4,10 persen, menjadi Rp 4.485 per kilogram dan di tingkat penggilingan naik 4,09 persen menjadi Rp 4.570 per kilogram. 

Tapi di sisi lain, harga beras di tingkat pedagang eceran hanya meningkat tipis. "Petani mendapatkan tambahan pemasukan, sementara konsumen tetap terjaga," ujar Suhariyanto. 

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyebutkan hal ini menunjukkan  peningkatan daya beli petani ini tidak dapat dilepaskan dari upaya  pemerintah dalam mengendalikan harga di tingkat petani maupun konsumen. Pemerintah memang melakukan berbagai upaya dalam mengurangi kesenjangan antara harga di tingkat petani dan konsumen.

Untuk menjaga petani agar tidak merugi, Pemerintah telah menetapkan harga acuan pembelian untuk beberapa komoditas strategis, seperti gabah/ beras, jagung, dan bawang. Pemerintah menetapkan harga pembelian (HPP) Rp 3.750 untuk gabah dengan kualitas dengan kadar air 26 - 30 persen dan beras Rp 7.300 per kilogram. Sementara untuk jagung dan bawang merah, ditetapkan harga acuan pembelian masing-masing sebesar Rp 3.150 dan Rp 15.000 per kilogramnya. Penetapan harga acuan pembelian ini berhasil menjaga harga di tingkat petani tidak anjlok. 

Di sisi lain, pemerintah juga mengendalikan harga di tingkat pengecer agar tetap dijual dengan harga yang wajar, di antaranya melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET). Pemerintah menetapkan HET untuk komoditas beras, bawang, gula pasir dan minyak goreng. Misalnya, untuk bawang putih yang harganya sempat melonjak tinggi saat jelang puasa, pemerintah menetapkan harga jualnya tidak boleh melebihi Rp 38.000 per kilogram. 

"Upaya pemerintah dalam pengendalian harga di tingkat petani maupun tingkat konsumen ini berdampak pada peningkatan daya beli petani. Di satu sisi, petani untung krn produk yang mereka hasilkan dibeli dengan harga tinggi. Di sisi lain, mereka pun bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok dengan harga terjangkau," ungkap Agung. 

Agung juga meyakini, peningkatan daya beli petani tidak bisa dilepaskan dari berbagai kebijakan pemerintah yang membantu petani dalam menjalankan usaha taninya. "Kementerian Pertanian secara kontinu memberikan insentif bagi petani, di antaranya melalui pemberian bantuan alat dan mesin pertanian. Selain itu, kami juga terus mendorong petani untuk terlibat dalam program asuransi pertanian," kata Agung.




Berita Lainnya