Kementan : Petani Adalah Pelaku Utama Pembangunan Pertanian


Jakarta - Kementan menargetkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia 2045. Untuk capai misi tersebut, Kementan tempatkan petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Kementan hadir sebagai fasilitator pembangunan yang berperan untuk memberdayakan dan mendukung petani secara maksimal. “Peran Kementan adalah untuk mendorong partisipasi aktif petani dalam mencapai swasembada pangan seraya meningkatkan kesejahteraan mereka,”ucap Plt Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Suwandi. 

Lebih lanjut, Suwandi menyampaikan bahwa Kementan tempatkan swasembada pangan dan peningkatan kesejahteraan petani sebagai dua tujuan utama Kementan yang saling berkaitan. Program  mencapai swasembada pangan sejalan  dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani. 

Untuk mencapai tujuan tersebut,  Kementan menjalankan pendekatan bottom-up planning dimulai dari identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi petani di lapangan sebagai bagian penting dalam perumusan kebijakan dan program pembangunan pertanian. Karena itu, kebijakan dan program yang dijalankan Kementan didasarkan pada kondisi lapangan dan dilakukan melalui pendekatan kesisteman (system approach). Dari pendekatan kesisteman tersebut, secara berturut-turut merevisi regulasi yang menghambat, membangun infrastruktur, mekanisasi pertanian, perbaikan teknis produksi, pendampingan dan penguatan SDM, penanganan pasca panen, serta pengendalian harga adalah parameter pengungkit yang mendapat prioritas dalam penyusunan program terobosan  sesuai kebutuhan lapang. 

Dalam upaya mendongkrak produktivitas pangan nasional, Kementan senantiasa mendorong berbagai inovasi di sektor pertanian. Pengembangan inovasi yang dikembangkan oleh Kementan memiliki syarat penting, yaitu memenuhi unsur pemenuhan kebutuhan petani sebagai pengguna inovasi dan pelaku utama pertanian secara spesifik lokasi. “Untuk itu, Kementan melalui Badan Litbang Pertanian melakukan pengkajian untuk memastikan inovasi yang dikembangkan Kementan, baik berupa varietas unggulan, metode budidaya, maupun penanganan hama, memang  sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan petani,” ucap Suwandi. 

Keberhasilan Indonesia meningkatkan produktivitas padi pada tiga tahun terakhir tidak bisa dilepaskan dari pengembangan inovasi yang bersumber dari identifikasi terhadap kebutuhan petani tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015, produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 75,55 juta ton. Angka ini meningkat 4,66 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 70,85 juta. Sedangkan produksi pada 2016 mencapai lebih dari 79 juta ton. Peningkatan produtivitas beras adalah hasil dari inovasi yang dikembangkan Kementan dalam memecahkan permasalahan paceklik permanen yang terjadi karena luas tanam bulanan padi pada Juli sampai September yang hanya berada kisaran 500 – 600 ribu hektare. Kementan melakukan terobosan dengan menjaga luas tanam bulanan padi pada Juli – September minimal 900 ribu hektare. 

Untuk mendukung program peningkatan produktivitas padi, Kementan mengerahkan aparaturnya baik Pejabat Eselon-1, Eselon-2 terjun ke lapangan dan aparatur pada 30 Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian (BPTP),  bekerja sama dengan Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian Kabupaten, Penyuluh dan Babinsa untuk memonitor luas tambah tanam (LTT) padi di seluruh kawasan Indonesia setiap harinya. Selain memonitor LTT, aparatur BPTP juga turut mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani di lapangan. “penelusuran data dan fakta di lapangan sangat penting sehingga tim kami dapat secara cepat menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi petani. Kalau pendekatan komunikasi dilakukan secara kombinasi  bottom up planning dan top down policy, sehingga memudahkan Indonesia mencapai swasembada pangan,” tegas Suwandi. 

Peningkatan produktivitas pangan secara langsung berimbas kepada peningkatan kesejahteraan petani. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, Gini Rasio di desa pada tahun 2016 menurun  sebesar 0.007 dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) meningkat masing-masing 0,18 persen (101,7) dan 2,47 persen (109,8). Dengan demikian, Suwandi optimis kebijakan pembangunan pertanian yang dikembangkan saat ini dapat secara efektif  meningkatkan kesejahteraan petani dan juga mencapai Visi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045.




Berita Lainnya