Jelang Natal dan Tahun Baru, Stok dan Harga Hortikultura Diyakini Stabil


Jakarta — Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) optimis menambah panjang daftar kesuksesannya dalam menjaga stabilitas stok dan harga komoditas aneka cabai dan bawang merah jelang hari besar Natal 2017 dan tahun baru 2018, setelah sebelumnya mencatatkan capaian positif pada Ramadan dan Lebaran serta Idul Adha.

"Ditjen Hortikultura sudah amankan produksi, bahkan ada indikator suprlus. Ini petani champion saya, kita bersama-sama menjaga produksi," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Spudnik Sujono, di kantornya, Jakarta, Senin (18/9/2017).

Untuk cabai rawit, prognosis ketersediaan sebanyak 78.606 ton pada September 2017, sedangkan kebutuhannya 73.197 ton. Bulan Oktober, ketersediaan 77.983 ton dan kebutuhan 69.615 ton. Sementara, di November nanti ketersedian mencapai 77.792 ton dan kebutuhan 69.344 ton.

Lalu, prognosis cabai besar di September ini untuk ketersediaan sebesar 100.373 ton dan kebutuhannya 91.469 ton. Bulan Oktober, ketersediaan 100.373 ton dan 91.468 ton kebutuhannya. Sedangkan pada November nanti, diperkirakan ketersediaan mencapai 100.464 ton dan kebutuhan 92.340 ton.

Adapun untuk komoditas bawang merah, prakiraan ketersediaan pada bulan September sebesar 108.987 ton dan 100.291 ton kebutuhannya. Ketersediaan di Oktober sekitar 108.987 ton dan kebutuhannya 99.374 ton. Kemudian, November nanti ketersediaan mencapai 111.464 ton dan kebutuhan 100.517 ton.

Spudnik menerangkan, tingginya produksi aneka cabai dan bawang merah tersebut dapat di atas kebutuhan nasional, karena Ditjen Hortikultura telah melakukan berbagai upaya secara berkesinambungan. Misalnya, menambah luas areal tanam, membentuk petani champion di sejumlah daerah sebagai sentra produksi baru, mengatur pola tanam, pemberian bantuan berupa pupuk, dan benih hingga alat, dan mesin pertanian (alsintan).

"Saya harus amankan terus manajemen tanam menjadi dasar untuk pastikan suplay pasokan. Kedua, untuk menjamin manajemen tanam, harus ada infrastruktur, sarana prasarana (sapras) dipenuhi. Saya lakukan semua dan tentunya tiap daerah berbeda-beda. Kemampuan kita juga berbeda-beda," paparnya.

Dari aspek harga, kata peraih gelar doktor dari Universitas Brawijaya Malang ini, juga tidak ada kenaikan signifikan di tingkat konsumen. Justru, tren yang terjadi adalah menurunnya harga jual di tingkat petani dalam beberapa bulan terakhir, khususnya komoditas cabai.

Menurut Spudnik, banyak faktor yang mempengaruhi turunnya harga jual di tingkat petani. Satu diantaranya adalah panjangnya rantai distribusi.

Menjaga Kesejahteraan Petani
Karenanya, dalam rangka menjaga kesejahteraan petani melalui perbaikan harga jual, Ditjen Hortikultura sudah menyiapkan rencana jangka pendek dan jangka panjang. Solusi jangka pendek yang diterapkan adalah dua kali bersurat ke Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) agar menyerap produksi petani.

"Surat saya pertama tanggal 7 September. Surat kedua, baru dikirim kemarin (17/9/2017). Intinya sama, meminta (Bulog, red) segera serap, lakukan pembelian di sentra-sentra yang harganya tidak tinggi," ungkapnya. Penugasan kepada Bulog itu sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017.

Cara lain yang ditempuh Ditjen Hortikultura adalah mendorong Toko Tani Indonesia (TTI) untuk segera meningkatkan penjualan cabai petani, berkomunikasi dengan pelaku industri, mendorong peningkatkan pengolahan cabai menjadi produk bernilai tinggi, serta memperpendek rantai pasok dengan menghubungkan pedagang pengecer dan petani produsen. 

Sementara itu, solusi jangka panjang yang dilakukan Ditjen Hortikultura adalah sosialisasi teknologi budidaya rendah pestisida atau ramah lingkungan guna mengurangi biaya produksi hingga 25 persen, menggalakkan mekanisasi pertanian (mektan) agar biaya tenaga kerja turun dan efisiensi sampai 30 persen, membangun mitra kerja sama permanen dengan industri makanan, mendorong disiplin petani dalam penerapan manajemen tanam sepanjang tahun, serta peningkatan kapasitan petani terkait pengolahan hasil panen cabai guna tahan lama dan bernilai jual tinggi.

"Saya juga berharap adanya dukungan daerah, supaya komoditas hortikultura ada kepastian harga. Apalagi, di sana kan ada Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)," tutup peraih tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya XX ini.




Berita Lainnya