Bank Dunia Puji Indonesia Terkait Produksi Beras Nasional


Jakarta - Produksi beras  Indonesia dan India menurut asumsi Bank Dunia atau World Bank, tetap baik dan mampu memasok kebutuhan masyarakat sekalipun dilanda musim kekeringan sepanjang tahun 2017 ini. Memang ada sedikit penurun produksinya.

“Kondisi di India, Indonesia dan Filipina tetap baik. Karena konsumsi global diperkirakan akan tetap konstan, rasio stock-to-use terlihat mencapai angka tertinggi kurun waktu 11 tahun terakhir, yakni setara 30 persen,” ujar Bank Dunia (World Bank) mengumumkan outlook perkiraan produksi beras tahun 2018, Kamis (26/10/2017).

Namun diakui bahwa produksi beras secara global, kata Bank Dunia, terjadi penurunan cukup signifikan yakni 489 miliar metrik ton (mmt) tahun 2017-18, atau setara 3 mmt lebih rendah dari musim yang lalu.

“Penurunan ini terutama menanggapi kondisi iklim di Indonesia dan beberapa negara produsen beras Asia, terutama China, Thailand utara, dan Vietnam,” jelasnya.

Sekedar tahu, Pemerintahan Presiden Joko Widodo-JK, telah memerintahkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berkerja sama dengan semua pihak termasuk personil TNI, untuk menggerakkan para petani di desa - desa demi meningkatkan produksi komoditas mulai dari gabah, jagung, bawang, kedelai, kopi, karet, kelapa sawit, lada dan lain sebagainya.

Terbukti berhasil di bawah komando Mentan Andi Amran Sulaiman. contohnya, bawang merah sudah ekspor, begitu juga beras dan komoditas buah- buahan lainnya. Namun kedepan, Amran dan the dream team, masih harus bekerja keras meningkatkan kinerjanya untuk membuka lahan - lahan tidur di desa - desa hingga daerah perbatasan kelak bisa sebagai beranda atau lumbung pangan Indonesia,  supaya program swasembada sustainable, program lumbung pangan dunia tercapai dan para petani kita semuanya menjadi makmur dan  eksportir.

Mengenai kondisi pasokan beras, Indeks Harga Pertanian menurut Bank Dunia, tidak berubah pada tahun 2017 dari tahun sebelumnya. Namun tahun 2018 diperkirakan akan naik moderat sebesar 1 persen.

“Harga beras sedikit lebih tinggi, tetapi harus diantisipasi pada 2018. Namun, pola cuaca yang kondusif, terpenuhi dengan baik dan diperkirakan pasar makanan global aman, juga menyiratkan ketersediaan pangan yang memadai di mana- mana,” tukasnya.

USDA Oktober ini juga  memperbaharui persediaan produk hasil pertanian global secara gabungan yakni stok awal plus produksi berbagai komoditas hasil pertanian seperti gandum, jagung, dan beras. Stoknya diproyeksikan mencapai 2.896 mmt ini musim, setara 8 mmt lebih rendah dari 2016-17 akibat menurun produksinya.

Sementara keuntungan komoditas kedelai, minyak kedelai, dan inti harga sawit minyak juga kata dia diimbangi oleh penurunan produksi kelapa sawit dan minyak kelapa, karena banyaknya stok di negara produsen terbesar di dunia yakni Indonesia dan Malaysia.

Untuk produksi minyak nabati juga katanya prospeknya bagus. Tetap menguntungkan menyusul penurunan tajam produksi periode 2015-16 disebabkan El Niño. Konsumsi pasar global untuk minyak nabati paling banyak termasuk kelapa sawit, kedelai, dan minyak lobak.

“Diperkirakan produksinya mencapai 192 mmt lebih besar 5 persen dari musim lalu dan kumulatif 10 persen di atas 2015-16,” paparnya.

“Lebih dari separuh pertumbuhan produksi diperkirakan berasal dari minyak sawit, yang diproduksi Indonesia dan Malaysia. Minyak kedelai, di mana, Argentina, Brazil, dan Amerika Serikat termasuk di antara produsen utama,” tambahnya.

Meski mengalami pelemahan marjinal di musim ini, stok gandum tetap mencukupi kebutuhan konsumen meskipun sebagian besar negara sudah mengurangi luas tanam terkait musim kemarau yang ekstrim.

Sementara itu, kasus kekeringan di Afrika Timur adalah yang terburuk dalam kurun waktu 60 tahun terakhir, menyebabkan kegagalan panen para petani di Ethiopia, Kenya dan Somalia, bahkan mengakibatkan ancaman kelaparan yang sangat parah.

Kondisi itu diperparah lagi oleh konflik perang saudara super brutal di Nigeria, Sudan Selatan dan Yaman mendorong jutaan orang pergi mencari makanan secara darurat.

Ketahanan pangan di daerah itu memburuk lebih lanjut, sementara curah hujan menjelang akhir tahun 2017 ini dan selanjutnya tahun 2018 diproyeksikan di bawah rata-rata biasanya.

“Maka itu sangat dibutuhkan jaring sistem peringatan dini. Memperkuat kemungkinan kelangkaan bahan makanan. Ini terkait langsung dengan keamanan negara, cuaca serta tingkat harga komoditas pangan global,” imbuhnya.




Berita Lainnya