Kementan Gelar Edu Coffee


Bogor (12/11) - Kopi memiliki cita rasa yang khas dengan aromanya yang disukai banyak orang. Ternyata sejarah kopi begitu panjang, dan khususnya di Indonesia. Varietas kopi yang tersebar di pelosok nusantara begitu beragam. Cara menyajikan kopi yang benar, rupanya juga belum banyak diketahui masyarakat. Itulah mengapa Balitbangtan  Kementerian Pertanian perlu memberikan edukasi terkait kopi. Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (Balai PATP) menggelar Edu Coffee di Kantor Balai PATP, Bogor (12/11). 

Retno Sri Hartati Mulyandari, mengutarakan bahwa acara ini menyasar generasi muda yang ingin menggeluti bisnis kopi yang belakangan ini tumbuh subur, di kota-kota besar di Indonesia. Anak-anak muda mulai melirik bisnis ini, dan tidak sedikit yang sudah meraih sukses di bisnis kopi. 

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri), Kementerian Pertanian telah menghasilkan inovasi hulu – hilir kopi, mulai dari budidaya hingga produk siap dikonsumsi. “Balitbangtan Kementan berkewajiban mendiseminasikan inovasi yang dimilikinya kepada masyarakat, salah satunya melalui penyelenggaraan Edu Coffee ini”, demikian dikatakan Retno Sri Hartati Mulyandari Kepala Balai PATP, pada pembukaan Edu Coffee. Tidak kurang dari 50 peserta mengikuti acara Edu Coffee yang dengan narasumber M. Eka Pramudita dari Kemenady Cafe serta Elsera T. dan Handy S. dari Balittri.

Menilik sejarah kopi, sejak awal abad ke 17 hingga ke 19 atau biasa disebut era firts wave pada kehidupan kopi, kopi menjadi produk agribisnis yang diusahakan oleh Belanda untuk pasar ekspor yang lebih memprioritaskan pada kemasan namun cita rasa tidak diperhatikan, sehingga rasa kopi belum nikmat. 

Lalu pada era second wave, sekitar abad ke 19, kopi sudah banyak dikenal penduduk dunia dan masyarakat menginginkan kopi yang nikmat serta asal-usul dari kopi yang mereka minum, tetapi kualitas kopinya tidak diperhatikan. Seiring berjalannya waktu sampai pada era third wave yaitu sejak tahun 2010, yaitu masa kebangkitan kopi yang ditandai dengan mulai tertariknya para peminum kopi terhadap kopi itu sendiri. Baik itu asal muasal bijinya, prosesnya, sampai kepada penyajian sebelum kopi tersebut sampai ke tegukan. Pada era ketiga tersebut, penikmat kopi sangat kritis terhadap kopi yang rasanya buruk dan cara penyajian kopi yang dianggap tidak benar.

Edu coffee diawali dengan penjelasan Eka mengenai jenis kopi yang ada di pasaran saat ini seperti liberika, arabika dengan aroma floral yang tajam dan tingkat keasaman yang kuat, robusta dengan aroma yang tidak terlalu kuat, terasa sangat pahit, dan ada aroma khas seperti cokelat. Untuk menyajikan kopi yang baik, maka kopi yang telah disangrai selanjutnya digiling dengan tingkat kehalusan yang diinginkan. Untuk menyeduh gunakan temperatur air tidak lebih dari 93º C, karena jika lebih dari 100º C akan keluar aroma dan cita rasa yang tidak enak. Setelah diseduh, didiamkan 3-5 menit terlebih dahulu. 

Selama praktek menyajikan kopi, Eka menggunakan kopi khas nusantara seperti kopi Aceh Gayo, kopi Flores Bajawa, kopi Bogor serta menggunakan teknologi Balitbangtan yaitu kopi Liberika Meranti, Arabika Pakuwon dan Robusta Pakuwon.

Selain itu, informasi teknologi Balitbangtan Kementan juga disampaikan oleh Elsera dan Handy, mengenai pascapanen kopi dan teknik penyimpanan kopi.




Berita Lainnya