Kementan Fokuskan Produktivitas Kakao dan Sagu Sulawesi Tenggara di Hari Pangan Sedunia 2019


 Kendari – Bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke 39 tahun 2019 pada 2-5 November 2019, Kementerian Pertanian (Kementan) bertekad mengembalikan kejayaan komoditas Kakao dan Sagu di Sulawesi Tenggara (Sultra). Provinsi yang dikenal dengan sebutan Tanah Anoa ini memiliki potensi sumber daya alam terutama sektor perkebunan. Semangat tersebut sejalan dengan tema global yang menyerukan pola pangan sehat.

 
“Sebagai tuan rumah puncak peringatan HPS tahun ini, Provinsi Sultra dipilih karena memiliki potensi besar untuk memberikan sumbangsih pada sektor perkebunan nasional. Penerapan teknologi akan menjadi kunci dalam upaya tersebut,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada sambutannya HPS ke 39 di Kendari dan Konawe Selatan dengan tema ‘Teknologi Industri dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045’ tersebut.
 
Pengembangan komoditas pertanian khususnya sub-sektor perkebunan di Sultra memiliki khasanah spesifik yang berbasis pada kekhasan sumberdaya yang tersedia. Dengan luas lahan kakao sebesar 257 ribu ha, Sultra merupakan yang ke tiga di Indonesia setelah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Lahan tersebut terdiri dari 42 ribu ha tanaman kakao belum menghasilkan (TBM), 135 ribu ha tanaman kakao menghasilkan (TM), dan 79 ribu hektar tanaman kakao tidak menghasilkan atau rusak.
 
Menilik data BPS, produksi kakao Sultra 2018, tercatat mencapai 105 ribu ton dengan produktivitas hanya 774 kg per hektar, bahkan terlihat terjadi tren rata-rata penurunan produksi sebesar 2 ribu ton/tahun dalam 3 tahun terakhir.
 
Saat ini potensi komoditas kakao di Indonesia masih patut diperhitungkan, karena merupakan negara produsen biji kakao terbesar ke tiga dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Kebutuhan kakao dunia tahun 2017/2018 mencapai 4,4 juta ton. Jika dimaksimalkan, kakao Sultra tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi bisa memasok pasar manca negara. Apalagi kabupaten di Sultra merupakan daerah pengembangan kakao nasional, seperti Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur.
 
“Pemerintah memandang perlu adanya sentuhan teknologi pertanian sebagai jaminan kontinuitas pasokan biji kakao dari perkebunan rakyat ke industri pengolahan biji kakao dalam negeri,” ungkap Syahrul.
 
Tidak hanya Kakao, Sultra juga memiliki potensi tanaman sagu sekitar 12 ribu hektare dengan produksi 6 ribu ton. Sebagai sumber karbohidrat bubuk sagu bisa dibuat makanan seperti sinonggi dan makanan ringan lainnya. Sebagian besar bagiannya memiliki nilai ekonomi, seperti bahan bioethanol, rumbia untuk atap rumah dan kayu.
 
Data Ditjen Perkebunan Kementan menyebutkan ada sekitar 5 ribu ha luasan sagu di Sultra pada tahun 2018 produksinya mencapai 2 ribu ton tepung sagu/sagu kering. “Menariknya, sebagian besar tanaman sagu tersebut merupakan perkebunan rakyat yang tumbuh secara alami di Sultra,” terang Syahrul.
 
Penerapan Teknologi Jadi Kunci
 
Dengan potensi yang besar itu, Kementan telah menyiapkan sejumlah teknologi untuk meningkatkan produktivitas kakao dan sagu salah satunya dengan membagikan benih unggul dengan produktivitas tinggi secara gratis kepada petani. Saat ini melalui inovasi teknologi dari Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) bibit kakao sudah mampu menghasilkan 3,5 ton per ha, atau bisa 7 kali lipat dari yang ada saat ini.
 
Kementan mengharapkan petani mau melakukan peremajaan kakao, apalagi kejayaan kakao di Sulawesi pernah terjadi di 1997, dan lama tenggelam karena wabah hama di tahun 2000-an. Khusus komoditas perkebunan, teknologi benih merupakan yang utama karena jika salah memilih benih, maka kerugiannya harus ditanggung 20 tahun.
 
“Kementerian Pertanian sudah menyiapkan 20.000 benih kakao untuk peremajaan dan peningkatan produktivitas kakao di Sulawesi Tenggara. Dari pihak provinsi juga sudah berkomitmen untuk menyediakan 21.000 benih. Kami berharap, komoditas perkebunan terutama kakao di provinsi ini bisa kembali berjaya ke depan,” papar Syahrul.
 
Kementan optimis Bibit kakao yang dibagikan bisa berbunga dalam 10 dan berbuah dalam 18 bulan, sehingga dalam waktu sela hingga tanaman bisa produktif, petani bisa melakukan tumpang sari dengan tanaman pangan: padi gogo, kedelai, dan jagung.
 
Dalam acara gelar teknologi pertanian, Kementan juga akan memamerkan memamerkan berbagai teknologi pengembangan kakao seperti aplikasi pompa air berbasis android, mesin pengolahan kakao seperti alat sangrai, pengupas kulit, alat press, pelembut, pengayak, dan penghalus bubuk coklat.
 
Teknologi pompa air android besutan Balitbangtan tersebut rencananya akan dioperasikan perdana oleh Presiden Joko Widodo. Pompa air berbasis teknologi 4.0 ini dapat disetel hingga ribuan kilometer. Tombol power on-off menyatu dalam handphone operator dengan bantuan internet. Dengan demikian petani bisa mengoperasi mesin air dalam jarak jauh tanpa perlu repot ke ladang untuk menyalakan air.
 
Perayaan Hari Pangan Sedunia, diharapkan dapat menggali potensi dan nilai-nilai pertanian di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara. Dengan teknologi yang nantinya akan dipamerkan pada saat pelaksanaan puncak peringatan HPS, diharapkan dapat mengembalikan kejayaan Kakao dan Sagu di Sultra dan menjadikan kedua komoditas asal Sulawesi Tenggara tersebut sebagai primadona dunia.



Berita Lainnya